Penafsiran dari : Ki Hadjar Dewantara


Ada begitu banyak makna secara filosofis dari huruf Jawa tersebut dan makna filososfis tsb bersifat cukup general alias tidak hanya untuk orang Jawa saja. Ki Hadjar Dewantara memberi penafsiran mengenai ajaran budi pekerti serta filosofi kehidupan yang sangat tinggi dan luhur yang terkandung dalam huruf Jawa.

Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut:
HA NA CA RA KA :
Ha
: Hurip           
= hidup
Na
: Legeno
= telanjang
Ca
: Cipta            
= pemikiran, ide ataupun  kreatifitas
Ra
: Rasa
= perasaan, qalbu, suara  hati atau hati nurani
Ka
: Karya           
= bekerja atau pekerjaan
Dari arti secara harfiah tsb, penjabarkannya menjadi dua versi:
a.      Ketelanjangan = kejujuran
Bukankah secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi sebenarnya ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang baru lahir juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci…polos lepas dari segala dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih jujur…lepas dari perbuatan bohong (kecuali bayi aneh).
Sedangkan  CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya .
Sehingga HA NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah kita “telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya.
b.     Pengembangan potensi
Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).
DA TA SA WA LA : Versi pertama :
Da
: Dodo                        
= dada
Ta
: Toto                         
= atur
Sa
: Saka                         
= tiang penyangga
Wa
: Weruh                     
= melihat
La
: lakuning Urip          
= (makna) kehidupan.
DA TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko) lan iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati (nurani) yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti halnya tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate sedangkan dada sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam dada). Jadi dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa me-manage (menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah evaluatif dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri tegak dan tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus senantiasa memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa melupakan kodrat kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam dikenal dengan ikhtiar-tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal mungkin sedangkan tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut kepada Alloh.
.
DA TA SA WA LA :  Versi kedua
Da & Ta
: dzat              = dzat
Sa
: Satunggal     = satu, Esa
Wa
: Wigati           = baik
La
: Ala                = buruk
DA TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”. Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena-mena menyalahkan orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai pihak yang paling benar.
PA DA JA YA NYA :
Pa +  DHa
: Sama
Ja + Ya + NYa
: Kuat  = Hebatnya : Dua-duanya sama-sama hebat & kuat.
Pada dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama (kuat), yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu bisa menjadi sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan juga binatang. Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka selanjutnya tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan dikembangkan.
Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan kesalahan, tetapi apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan kesalahannya tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa nafsu, sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa musuh terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita masing-masing.
MA GA BA THA NGA :
Ma
: Sukma         
= sukma, ruh, nyawa
Ga
: Raga             
= badan, jasmani
Ba + Tha
: bathang       
= bangkai/mayat
Nga
: Lungo          
= pergi
Secara singkat MA GA BA THA NGA dapat artikan bahwa pada akhirnya manusia akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Allah. Oleh karena itu kita harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Allah.


Filsafat Hidup Berdasarkan Menurut Sunan Kalijaga
1.  Ha-Na-Ca-Ra-Ka :
Itu berarti ada “utusan” (ada caraka). Yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia (sebagai ciptaan).
2.  Da-Ta-Sa-Wa-La :
Berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data “saatnya (dipanggil)” tidak boleh sawala “mengelak” manusia (dengan segala atributnya) harus bersedia melaksanakan, menerima, dan menjalankan kehendak Tuhan.
3.  Pa-Dha-Ja-Ya-Nya :
Menyatukannya zat pemberi hidup (Khalik) dengan yang diberi hidup (makhluk). Maksudnya padha “sama” atau sesuai, jumbuh, Cocok tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu “menang, unggul” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan “sekedar menang” atau menang tidak sportif.
4.  Ma-Ga-Ba-Tha-Nga :

Berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Maksudnya manusia itu harus pasrah, sumarah peda garis kodrat. Meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.